Mengenang permainan anak yang
biasa dimainkan saat masih kecil merupakan kenangan indah yang lucu.
Beberapa permainan yang mungkin Anda mainkan saat masih kecil misalnya congklak, gasing, bekel, petak umpet, petak jongkok, gobak sodor, petak benteng,
dan masih banyak permainan menarik lainnya. Mari kita telusuri satu per
satu permainan tradisional yang mungkin kita mainkan saat kanak-kanak..
1. GOBAG SODOR
Kenapa disebut gobak sodor
mungkin menurutku karena permainan ini maju mundur melalui pintu-pintu.
Dalam bahasa Belanda istilah gobak Sodor mungkin artinya sama dengan
kata dalam Bahasa Inggris “Go Back Through the Door”, sebagian
menyebutnya Galasin, bisa saja adaptasi bahasa dari bahasa Belanda yang
kalau di Bahasa Inggriskan menjadi “Go Last In”, sayangnya kata-kata
tersebut hanya rekaan rekayasa kutak-katik kataku saja jadi jangan
ditanya kebenarannya.
Remaja sekarang mungkin tidak familiar dengan jenis permainan ini,
karena selain tidak ada pialanya permainan ini perlu beberapa orang yang
mengikutinya. Garis-garis penjagaan dibuat dengan kapur seperti
lapangan bulu tangkis, bedanya tidak ada garis yang rangkap.
Gobak sodor terdiri dari dua tim, satu tim terdiri dari tiga orang.
Aturan mainnya adalah mencegat lawan agar tidak bisa lolos ke baris
terakhir secara bolak-balik. Untuk menentukan siapa yang juara adalah
seluruh anggota tim harus secara lengkap melakukan proses bolak-balik
dalam area lapangan yang telah ditentukan.
Anggota tim yang mendapat giliran “jaga” akan menjaga lapangan , caranya
yang dijaga adalah garis horisontal dan ada juga yang menjaga garis
batas vertikal. Untuk penjaga garis horisontal tugasnya adalah berusaha
untuk menghalangi lawan mereka yang juga berusaha untuk melewati garis
batas yang sudah ditentukan sebagai garis batas bebas. Bagi seorang yang
mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas vertikal maka tugasnya
adalah menjaga keseluruhan garis batas vertikal yang terletak di tengah
lapangan.
Permainan ini sangat menarik, menyenangkan sekaligus sangat sulit
2. ULAR NAGA
Anak-anak berbaris
bergandeng pegang 'buntut', yakni anak yang berada di belakang berbaris
sambil memegang ujung baju atau pinggang anak yang di mukanya. Seorang
anak yang lebih besar, atau paling besar, bermain sebagai "induk" dan
berada paling depan dalam barisan. Kemudian dua anak lagi yang cukup
besar bermain sebagai "gerbang", dengan berdiri berhadapan dan saling
berpegangan tangan di atas kepala. "Induk" dan "gerbang" biasanya
dipilih dari anak-anak yang tangkas berbicara, karena salah satu daya
tarik permainan ini adalah dalam dialog yang mereka lakukan.
Barisan akan bergerak melingkar kian
kemari, sebagai Ular Naga yang berjalan-jalan dan terutama mengitari
"gerbang" yang berdiri di tengah-tengah halaman, sambil menyanyikan
lagu. Pada saat-saat tertentu sesuai dengan lagu, Ular Naga akan
berjalan melewati "gerbang". Pada saat terakhir, ketika lagu habis,
seorang anak yang berjalan paling belakang akan 'ditangkap' oleh
"gerbang".
Setelah itu, si "induk" --dengan semua
anggota barisan berderet di belakangnya-- akan berdialog dan
berbantah-bantahan dengan kedua "gerbang" perihal anak yang ditangkap.
Seringkali perbantahan ini berlangsung seru dan lucu, sehingga anak-anak
ini saling tertawa. Sampai pada akhirnya, si anak yang tertangkap
disuruh memilih di antara dua pilihan, dan berdasarkan pilihannya,
ditempatkan di belakang salah satu "gerbang".
Permainan akan dimulai kembali. Dengan
terdengarnya nyanyi, Ular Naga kembali bergerak dan menerobos gerbang,
dan lalu ada lagi seorang anak yang ditangkap. Perbantahan lagi.
Demikian berlangsung terus, hingga "induk" akan kehabisan anak dan
permainan selesai.
Lagunya :
"Ular naga panjangnya, bukan kepalang
Menjalar-jalar selalu kian kemari
Umpan yang lezat itulah yang dicari
Ini dia nya yang terbelakang..."
3. DAKON / Congklak
Permainan menggunakan papan
permainan yang memiliki 14 lubang dan 2 lubang induk yang ukurannya
lebih besar. Dimainkan oleh 2 orang. Satu lubang induk terletak pada
ujung papan dan lubang induk lainnya terletak di ujung lainnya. Di
antara kedua lubang induk terdapat 2 baris yang tiap barisnya berisi 7
lubang yang jumlahnya 14 lubang.
Permainan dakon
dikenal sebagai permainan tradisional masyarakat Jawa sekalipun
permainan ini dikenal juga di daerah lain. Pada masa lalu permainan ini
sangat lazim dimainkan oleh anak-anak bahkan remaja wanita. Tidak ada
yang tahu mengapa permainan ini identik dengan dunia wanita. Menurut
beberapa pendapat karena permainan ini identik atau berhubungan erat
dengan manajemen atau pengelolaan keuangan. Pada masa lalu (bahkan
hingga kini) kaum hawa disadari atau tidak berperanan penting dalam
pengelolaan keuangan rumah tangga. Dakon dianggap menjadi sarana
pelatihan terhadap pengelolaan atau manajemen keuangan tersebut. Untuk
kaum adam mungkin permainan semacam ini dianggap terlalu feminine,
kurang menantang, tidak memerlukan kegiatan otot dan pengerahan tenaga
yang lebih banyak. Jadi, barangkali dianggap terlalu lembut.
4. BEKEL
Bekel biasanya dimainkan oleh
anak-anak perempuan berusia 7 -- 10 tahun dengan jumlah pemain 2 sampai 4
orang. Permainan ini bersifat kompetitif atau bisa dipertandingkan
dengan aturan-aturan yang disepakati bersama.
Apa saja sih alat yang digunakan untuk bermain bekel?
1. Bola karet. Bola ini terbuat dari karet. Besarnya kira-kira seukuran
bola pingpong atau bola golf. Bola ini biasanya berwarna-warni dengan
motif yang menarik.
2. Biji bekel. Biji bekel ini
ukurannya juga kecil. Biasanya terbuat dari kuningan yang berjumlah 10
buah. Setiap bijinya terdapat 4 muka yang berbeda.
Bagaimana cara mainnya?
Pertama , bola dan biji bekel itu digenggam menjadi satu,
kemudian bola dilempar setinggi kurang lebih 30 cm. Setelah bolanya
turun dan memantul, biji bekel dilepas dalam posisi acak, kemudian
diambil satu per satu, dua-dua, tiga-tiga, dan seterusnya sampai habis.
Kedua
, biji bekel yang sudah dilepas dari genggaman dibalikkan menjadi
posisi menghadap ke atas atau istilahnya 'mlumah'. Kemudian, dibalikkan
lagi menjadi posisi tengkurap atau 'mengkurep'.
Ketiga
, permainan akan dinyatakan berakhir/berhenti atau istilahnya mati,
jika saat pengambilan biji bekel tangan si pemain mengenai atau
menyentuh biji bekel yang lain.
5. BENTHIK
Gatrik atau dengan nama lain
yaitu tak kadal, patil lele atau juga di kenal dengan nama benthik di
daerah sekitar yogyakarta, jawa tengah. Pada masanya pernah menjadi
permainan yang populer di Indonesia. Merupakan permainan kelompok,
terdiri dari dua kelompok.
Permainan ini menggunakan alat dari dua potongan bambu yang satu
menyerupai tongkat berukuran kira kira 30 cm dan lainnya berukuran lebih
kecil. Pertama potongan bambu yang kecil ditaruh diantara dua batu atau
di atas lubang (luwokan) harus dipersiapkan di atas tanah lalu dipukul
oleh tongkat bambu, diteruskan dengan memukul bambu kecil tersebut
sejauh mungkin, pemukul akan terus memukul hingga beberapa kali sampai
suatu kali pukulannya tidak mengena/luput/meleset dari bambu kecil
tersebut. Setelah gagal maka orang berikutnya dari kelompok tersebut
akan meneruskan. Sampai giliran orang terakhir. Biasanya setelah selesai
maka kelompok lawan akan memberi hadiah berupa gendongan dengan patokan
jarak dari bambu kecil yang terakhir hingga ke batu awal permainan
dimulai tadi. Makin jauh, maka makin enak digendong dan kelompok lawan
akan makin lelah menggendong.
6. Cendak Ndodhok / Petak jongkok
dimainkan oleh banyak anak dan tidak memerlukan alat bantu.
Cara bermain:
Tentukan
satu orang yang akan mengejar. Untuk menghindari pengejar, setiap anak
boleh jongkok. Bila jongkok berarti dia tidak dapat disentuh oleh
pengejar. Anak yang berdiri dapat membangunkan anak yang jongkok.
Tetapi, anak yang terakhir jongkok berarti akan menjadi pengejar
menggantikan pengejar yang lama. Begitu juga dengan anak yang tidak
jongkok namun berhasil disentuh oleh pengejar akan menjadi pengejar
selanjutnya.
7. Petak umpet
dimainkan oleh banyak anak. Dan permainan ini tentunya paling kita gemari,karena keseruannya..
· Cara bermain:
Satu
orang pemain yang kalah akan menutup matanya pada salah satu tempat
yang dianggap sebagai benteng, sementara yang lain mencari tempat untuk
bersembunyi. Setelah menghitung sampai jumlah tertentu, maka mulailah
pemain yang menutup mata tersebut mencari tiap orang yang bersembunyi.
Bila telah menemukan orang yang bersembunyi, pencari ini harus
cepat-cepat berlari ke benteng sambil menyebut nama orang yang ketahuan
persembunyiannya. Begitu juga dengan anak yang ketahuan, karena bila
berhasil lebih dulu menyentuh benteng, maka pada tahap selanjutnya dia
tidak akan jaga. Anak lain yang bersembunyi dapat pula menyentuh benteng
agar tidak jaga pada tahap selanjutnya, asalkan tidak ketahuan dengan
pencari.
8. Gasing
Gasing menggunakan mainan yang terbuat dari kayu berbentuk kerucut dan tali.
· Cara bermain:
Memainkannya
adalah dengan memutarnya, dengan cara melilitkan tali pada ujung
kerucut, kemudian dilemparkan ke bawah sampai tali tertarik dan gasing
berputar. Lemparan juga boleh diarahkan ke gasing lain agar terjatuh.
Dibuat lingkaran untuk arena melemparkan gasing. Gasing yang berputar
tidak boleh keluar dari lingkaran tersebut. Gasing yang berputar
palinglama adalah pemenangnya.
9. LOMPAT TALI
Lompat
tali atau "main karet" pernah populer di kalangan anak angkatan 70-an
hingga 80-an. Permainan lompat tali ini menjadi favorit saat "keluar
main" di sekolah dan setelah mandi sore di rumah. Sekarang, "main karet"
mulai dilirik kembali antara lain karena ada sekolah dasar menugaskan
murid-muridnya membuat roncean tali dari karet gelang untuk dijadikan
sarana bermain dan berolahraga.
Cara
bermainnya masih tetap sama, bisa dilakukan perorangan ataupun
berkelompok. Jika hanya bermain seorang diri biasanya anak akan
mengikatkan tali pada tiang, batang pohon atau pada apa pun yang
memungkinkan, lalu melompatinya. Permainan secara soliter bisa juga
dengan cara skipping, yaitu memegang kedua ujung tali kemudian
mengayunkannya melewati kepala dan kaki sambil melompatinya.
Jika
bermain secara berkelompok biasanya melibatkan minimal 3 anak. Diawali
dengan gambreng atau hompipah untuk menentukan dua anak yang kalah
sebagai pemegang kedua ujung tali. Dua anak yang kalah akan memegang
ujung tali; satu di bagian kiri, satu anak lagi di bagian kanan untuk
meregangkan atau mengayunkan tali. Lalu anak lainnya akan melompati tali
tersebut. Aturan permainannya simpel; bagi anak yang sedang mendapat
giliran melompat, lalu gagal melompati tali, maka anak tersebut akan
berganti dari posisi pelompat menjadi pemegang tali. Alat yang
dibutuhkan cukup sederhana. Bisa berupa tali yang terbuat dari untaian
karet gelang atau tali yang banyak dijual di pasaran yang dikenal dengan
tali skipping.
beberapa perkembangan anak yang dapat distimulasi dengan permainan lompat tali ini:
Motorik kasar
Main lompat tali merupakan suatu kegiatan yang baik bagi tubuh. Dengan
bermain lompat tali motorik kasar akan terstimulasi sehingga secara
fisik anak jadi lebih terampil, karena bisa belajar cara dan teknik
melompat yang dalam permainan ini memang memerlukan keterampilan
tersendiri. Lama-kelamaan, bila sering dilakukan, anak dapat tumbuh
menjadi cekatan, tangkas dan dinamis. Otot-ototnya pun padat dan berisi,
kuat serta terlatih. Lompat tali juga dapat membantu mengurangi
kejadian obesitas pada anak.
Emosi
Untuk melakukan suatu lompatan dengan tinggi tertentu dibutuhkan
keberanian dari si anak. Berarti, secara emosi ia dituntut untuk membuat
suatu keputusan besar; mau melakukan tindakan melompat atau tidak.
Ketelitian dan Akurasi
Anak juga belajar melihat suatu ketepatan dan ketelitian. Misalnya,
bagaimana ketika tali diayunkan, ia dapat melompat sedemikian rupa
sehingga tak sampai terjerat tali dengan berusaha mengikuti ritme
ayunan. Semakin cepat gerak ayunan tali, semakin cepat ia harus
melompat.
Sosialisasi
Untuk bermain tali secara berkelompok, anak membutuhkan teman yang
berarti memberi kesempatannya untuk bersosialisasi. Ia dapat belajar
berempati, bergiliran, menaati aturan, dan lainnya.
Intelektual
Saat melakukan lompatan, terkadang anak perlu berhitung secara
matematis agar lompatannya sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan
dalam aturan permainan. Umpamanya, anak harus melakukan tujuh kali
lompatan saat tali diayunkan. Bila lebih atau kurang, ia harus menjadi
pemegang tali.
10. Benteng / Jeg - Jeg an
Benteng atau Bentengan menurut Wikipedia Indonesia adalah permainan
yang dimainkan oleh dua grup, masing-masing terdiri dari 4 sampai dengan
8 orang. Masing - masing grup memilih suatu tempat sebagai markas,
biasanya sebuah tiang atau pilar sebagai 'benteng'. Tujuan utama
permainan ini adalah untuk menyerang dan mengambil alih 'benteng' lawan
dengan menyentuh tiang atau pilar yang telah dipilih oleh lawan dan
meneriakkan kata benteng. Di area benteng biasanya ada area aman dimana
untuk group yang memiliki tiang atau pilar itu sudah berada di area aman
tanpa takut terkena lawan.
Kemenangan
juga bisa diraih dengan 'menawan' seluruh anggota lawan dengan
menyentuh tubuh mereka. Untuk menentukan siapa yang berhak menjadi
'penawan' dan yang 'tertawan' ditentukan dari waktu terakhir saat si
'penawan' atau 'tertawan' menyentuh 'benteng' mereka masing-masing.
Orang yang paling dekat waktunya ketika menyentuh benteng berhak menjadi
'penawan' dan bisa mengejar dan menyentuh anggota lawan untuk
menjadikannya tawanan.
Dalam permainan ini, biasanya
masing - masing anggota mempunyai tugas seperti 'penyerang', 'mata-mata,
'pengganggu' , dan penjaga 'benteng'. Permainan ini sangat membutuhkan
kecepatan berlari dankemampuan strategi yang handal.
11. KELERENG
Inilah permainan sejuta umat,
selain layangan. Kelereng (atau dalam bahasa Jawa disebut nèkeran)
adalah mainan kecil berbentuk bulat yang terbuat dari kaca, tanah liat,
atau agate. Ukuran kelereng sangat bermacam-macam. Umumnya ½ inci (1.25
cm) dari ujung ke ujung. Kelereng dapat dimainkan sebagai permainan
anak, dan kadang dikoleksi, untuk tujuan nostalgia dan warnanya yang
estetik.
Sejarah Kelereng
Orang Betawi menyebut kelereng dengan nama gundu. Orang Jawa, neker. Di
Sunda, kaleci. Palembang, ekar, di Banjar, kleker. Nah, ternyata,
kelereng juga punya sejarah. Ini kuketahui saat membaca majalah Intisari
edisi Desember 2004, rubrik asal-usul, hal 92.
Sejak abad ke-12, di Prancis, kelereng disebut dengan bille, artinya
bola kecil. Lain halnya di Belanda, para Sinyo-Sinyo itu menyebutnya
dengan knikkers. Lantas, adakah pengaruh Belanda, khususnya di Jawa,
knikkers diserap menjadi nekker? Mengingat, Belanda pernah ‘numpang
hidup’ di Indonesia.
Tahun, 1694. Di Inggris ada istilah marbles untuk menyebut kelereng.
Marbles sendiri digunakan untuk menyebut kelereng terbuat dari marmer
yang didatangkan dari Jerman. Namun, jauh sebelumnya, anak-anak di
Inggris telah akrab menyebutnya dengan bowls atau knikkers.
Kelereng populer di Inggris dan negara Eropa lain sejak abad ke-16
hingga 19. Setelah itu baru menyebar ke Amerika. Bahan pembuatnya adalah
tanah liat dan diproduksi besar-besaran.
Jauh pada peradaban Mesir kuno, tahun 3000 SM, kelereng terbuat dari
batu atau tanah liat. Kelereng tertua koleksi The British Museum di
London berasal dari tahun 2000-1700 SM. Kelereng tersebut ditemukan di
Kreta pada situs Minoan of Petsofa.
Pada masa Rowami, permainan Kelereng juga sudah dimainkan secara luas.
Bahkan, menjadi salah satu bagian dari festival Saturnalia, yang
diadakan saat menjelang perayaaan Natal. Saat itu semua orang saling
memberikan sekantung biji-bijian yang berfungsi sebagai kelereng tanda
persahabatan.
Salah seorang penggemar kelereng adalah Octavian, kelak menjadi Kaisar
Agustus. Layaknya permainan, di Romawi saat itu juga mempunyai
aturan-aturan resmi. Peraturan tersebut menjadi dasar permainan
sekarang.
Teknologi pembuatan kelereng kaca ditemukan pada 1864 di Jerman.
Kelerang yang semula satu warna, menjadi berwarna-warni mirip permen.
Teknologi ini segera menyebar ke seluruh Eropa dan Amerika. Namun,
akibat Perang Dunia II, pengiriman mesin pembuat kelereng itu sempat
terhenti danahkirnya tiap negara mengembangkan caranya sendiri.
12.Enggrang
Enggrang
adalah salah satu jenis kesenian dan akhirnya menjadi permainan
tradisional Indonesia yang mendapat pengaruh dari budaya China.
Enggrang yang mulai berkembang tahun
1960-an di Kabupaten Karawang Jawa Barat ini dikenal sebagai suatu
pertunjukan yang diiringi berbagai alat musik tradisional Jawa Barat.
Namun, lama-lama berkembang menjadi permainan tradisional.
Enggrang adalah permainan tradisional
Indonesia yang belum diketahui secara pasti dari mana asalnya, tetapi
dapat dijumpai di berbagai daerah dengan nama berbeda-beda seperti :
sebagian wilayah Sumatera Barat dengan nama Tengkak-tengkak dari kata
Tengkak (pincang), Ingkau yang dalam bahasa Bengkulu berarti sepatu
bambu dan di Jawa Tengah dengan nama Jangkungan yang berasal dari nama
burung berkaki panjang. Egrang sendiri berasal dari bahasa Lampung yang
berarti terompah pancung yang terbuat dari bambu bulat panjang. Dalam
bahasa Banjar di Kalimantan Selatan disebut batungkau.
Alat permainan tradisional satu ini
sudah tidak asing lagi bagi anak-anak di lingkungan masyarakat Jawa,
karena hampir pasti bisa ditemui dengan mudah di berbagai tempat di
pelosok pedesaan dan perkotaan, pada masa lalu. Enggrang termasuk
permainan anak, karena permainan ini sudah muncul sejak dulu paling
tidak sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, semasa penjajahan Belanda.
Hal itu seperti terekam di Baoesastra (Kamus) Jawa karangan W.J.S.
Poerwadarminto terbitan 1939 halaman 113, disebutkan kata
enggrang-enggrangan diartikan permainan dengan menggunakan alat yang
dinamakan enggrang. Sementara enggrang sendiri diberi makna bambu atau
kayu yang diberi pijakan (untuk kaki) agar kaki leluasa bergerak
berjalan.
Enggrang dibuat secara sederhana
dengan menggunakan dua batang bambu (lebih sering memakai bahan ini
daripada kayu) yang panjangnya masing-masing sekitar 2 meter. Kemudian
sekitar 50 cm dari alas bambu tersebut, bambu dilubangi lalu dimasuki
bambu dengan ukuran sekitar 20-30 cm yang berfungsi sebagai pijakan
kaki. Maka jadilah sebuah alat permainan yang dinamakan enggrang. Bambu
yang biasa dipakai adalah bambu apus atau wulung, dan sangat jarang
memakai bambu petung atau ori yang lebih besar dan mudah patah.
13.Cublak-cublak Suweng
Permainan ini dimainkan olehbeberapa anak/orang, tetapi minimal tiga
orang. Akan tetapi lebih baik antara 6 sampai delapan orang. Tujuan dari
permainan ini adalah Pak Empo menemukan anting (suweng) yang
disembunyikan seseorang.
Pada awal permaianan beberapa orang berkumpul dan mengundi/
menentukan salah satu dari mereka untuk menjadi Pak Empo. Biasanya
pengundiannya melalui pingsut/encon/undian biasa. Setelah ada yang
berperan sebagai pak Empo. Maka mereka semua duduk melingkar. Sedangkan
Pak Empo berbaring telungkup di tengah-tengah mereka. Masing-masing
orang menaruh telapak tangannya menghadap ke atas di punggung pak Empo.
Salah seorang dari mereka mengambil kerikil atau benda (benda ini
dianggap sebagai anting). Lalu mereka semua bersama-sama menyanyikan
cublak-cublak suweng sambil memutar kerikil dari telapak tangan yang
satu ke yang lainnya. begitu terus sampai lagu tersebut dinyanyikan
beberapa kali (biasanya 2-3 kali).
Setelah sampai di bait terakhir ...Sir-sir pong dele gosong pak Empo
Bangun dan pemain lainnya pura-pura memegang kerikil. Tangan kanan dan
kiri mereka tertutup rapat seperti menggenggam sesuatu. Hal ini untuk
mengecoh pak Empo yang sedang mencari ”suwengnya”. Masing-masing pemain
mengacungkan jari telunjuk dan menggesek-gesekkan telunjuk kanan dan
kiri (gerakannya) persis seperti orang mengiris cabe. Mereka semua tetap
menyanyikan Sir-sir pong dele gosong secara berulang-ulang sampai pak
Empo menunjuk salah seorang yang dianggap menyembunyikan anting.
Ketika pak Empo salah menunjuk maka permainan dimulai dari awal lagi
(pak Empo berbaring). Dan ketika pak Empo berhasil menemukan orang yang
menyembunyikan antingnya maka orang tersebut berganti peran menjadi pak
Empo. Permainan selesai ketika mereka sepakat menyelesaikannya.
14. Jamuran
Jamuran ini adalah permainan tradisional di Yoyakarta, Jawa Tengah dan
sekitarnya yang dulu kerap dimainkan anak-anak. Sebelum permainan ini
dimulai biasanya di awali dengan hompimpah untuk menentukan siapa menang
siapa kalah. kalah atau menang, anak-anak tetap riang. anak-anak yang
menang, bergandengan membentuk lingkaran sembari melantunkan syair
jamuran sementara satu anak yang berdiri di tengah lingkaran yang
menandakan bahwa anak itu yang kalah.
"Jamuran… jamuran…ya ge ge thok
jamur apa ya ge ge thok
Jamur payung, ngrembuyung kaya lembayung
sira badhe jamur apa?"
begitu kira-kira syairnya..
tiba pada
kalimat 'sira badhe jamur apa?', si anak yang berada di tengah
lingkaran lantas berteriak menyebut sebuah gerakan pura-pura yang wajib
kami perbuat. anak-anak lain yang semula bergandengan tangan membentuk
lingkaran, kontan berhamburan. Untuk menirukan seperti apa yang di
ucapkan si anank yang kalah tadi. Misal seperti ini.....
'jamur montor!'
ketika di ucapkan 'jamur montor! Anak-anak yang berhamburan untuk
berubah menjadi berbagai kendaraan beroda. ada yang menjadi mobil
polisi. ada yang menjadi dokar. ada yang menjadi sepeda motor. ada yang
menjadi kereta. masing-masing kami bergumam menirukan suara
tiap-tiapnya sembari berjalan mondar-mandir. hingga terdengar lagi
sebuah suara.
'jamur patung!'
lantas anak-anak bergegas menjadi patung. diam tak bergerak. tidak
boleh tersenyum. tidak boleh tertawa. meski digoda. meski diajak
berbicara.
bagi anak yang tertawa, tersenyum, atau yang bergerak akan terkena
hukuman yaitu ia harus menggantikan posisi anak yang kalah tadi.
bila sudah ada yang terkena, kami lantas bermain lagi dari mula. bila
sudah ada terhukum, kami yang terbebas bisa lega tersenyum.
yang kena hukuman, masuk ke dalam lingkaran. yang lainnya, bergandengan
tangan melingkar dan mulai menembang. jamuran... jamuran... ya ge ge
thok............ . . .
tiba pada kalimat 'sira badhe jamur apa?'(intinya permainan dimulai seperti awal tadi).
'jamur monyet!'
Anak-anak segera melepas tautan tangan. semua berhamburan. macam-macam
gerakannya. ada yang dengan segera memanjat pohon. ada yang hanya
menggaruk-garuk kepala. ada yang sesekali meloncat-loncat. ada yang
seketika duduk dan berpura-pura seperti sedang mencari kutu pada kepala
temannya.
anak-anakpun banyak yang tertawa terpingkal karenanya.
'jamur patung!'
maka seketika itu juga kami tidak boleh bergerak. seketika itu juga kami tidak boleh tertawa.
nyatanya ada yang tidak bisa, tetap terpingkal sehingga terkena
hukuman. Jika yang terkena hukuman lebih dari satu maka ditentukan
dengan pingsut atau hompipah.
15. Ingkling
Ingkling adalah nama permainan dengan
cara melompat-lompat menggunakan sebelah kaki dan berhenti dengan
tumpuan kedua kaki pada kota-kota tertentu. Permainan ingkling lebih
digemari oleh anak perempuan.
Cara bermain:
Semua gacuh pemain disimpan di kotak pertama.
Pemain pertama harus melewati kotak pertama menuju kota berikutnya
dengan sebelah kaki. Baru pada bentuk setengah lingkaran atau bagian
tengah gambar kapal, kedua kaki boleh menginjak tanah, yang disebut
bro.
Setelah itu, menginjak kotak-kotak berikutnya masih dengan sebelah
kaki. Setelah berhasil melewati satu putaran, diteruskan ke kotak
berikutnya hingga habis. Setiap kotak yang ada gacuh, baik gacuh
milik orang yang sedang atau belum bermain, tidak boleh diinjak
melainkan harus dilangkahi.
Setelah
semua kotak berhasil dilalui, gacuh tidak lagi dilempar ke dalam
kotak melainkan dimainkan pada tangan. Pertama, gacuh di telapak
dilontarkan ke atas lalu jatuh pada posisi telapak tangan terbalik.
Dalam posisi gacuh seperti itu, pemain melakukan ingkling pada seluruh
kotak gambar. Kedua, gacuh yang berada di balik telapak tangan
dilontarkan lagi ke atas dan jatuh pada posisi telapak tangan
mengepal. Tepatnya, gacuh jatuh pada kepalan di baian atas telunjuk dan
ibu jari atau vertikal. Dalam posisi seperti itu, dia ingkling lagi.
Ketiga, dari posisi tadi, gacuh dilontarkan lagi ke atas dan jatuh
pada posisi kepalan yang hroizontal. Selanjutnya dia ingkling lagi.
Terakhir, gacuh tidak dilontarkan melainkan disimpan di atas kepala.
Dalam posisi seperti itu, pemain tidak melakukan ingkling melainkan
hanya berjalan menginjak seluruh kotak yang ada.
Usai
memainkan gacuh di tangan dan di kepala, pemain berhak untuk
melemparkan gacuh dalam posisi membelakangi gambar. Gacuh diletakkan
di punggung tangan, lalu diayunkan ke atas melewati kepala dengan
harapan gacuh jatuh tepat di dalam kotak. Jika berhasil, pada kotak
itu dibuat bintang yang menjadi miliknya. Konsekuensi dari binta itu
adalah dia bisa melakukan bro atau menginjakkan kedua telapak kaki di
kotak tersebut.
Pergantian pemain terjadi karena beberapa hal: (1) pemain tidak
berhasil menempatkan gacuh di dalam kotak secara tepat, misalnya
tepat pada garis, keluar dari kotak, atau memasuki kotak lain; dan
(2) pemain tidak berhasil melakukan ingkling dengan baik, misalnya
menginjak garis atau kaki sebelahnya lagi tidak ditekuk ke atas.
16. LAYANGAN
Permainan yang terahkir
ini tentunya paling di kenal dari anak hingga dewasa.. Permainan ini
penuh dengan imajinasi,tehknik,dan hal hal yang mendebarkan. Aplagi saat
kita beradu layangan dengan teman di udara. Sorak sorai teman-teman
yang lain akan selalu bergemuruh. Setelah salah satu kalah dan terputus,
maka sekelompok anak akan ramai-ramai berlari mengerjar layangan putus
tersebut.. Permainan ini merupakan cikal bakal dari permainan
AEROMODELLING. Dimana ke akuratan sudut dan berat kertas,menjadi patokan
ke stabilan layangan.
Ini adalah permainan favoritku.. Tak akan mati di segala zaman. Walau peminatnya berkurang.
Peralatannya
pun sederhana.. hanya bambu ringan,senar gelasan, serta kertas minyak..
Kalau mau praktis,tinggal beli saja diwarung, total nya cm Rp500
perak,jaman dulu. Kalau sekarang sih,mungkin cuma Rp 3000 saja... Tapi
ini untuk yang jenis sederhana. Kalau yang bagus, dan berukuran besar
asik,dimainkan di tepi pantai bersama-sama.
Masih banyak jenis permainan lain yang sering kita jumpai di daerah-daerah. Yoyo, hoola hoop, dan
masih banyak lagi bila disebutkan. Yang jelas, permainan semacam ini
perlu kita lestarikan ke anak-cucu kita. Supaya mereka juga bisa
menghargai warisan budaya bangsa ini. Tidak hanya bermain yang modern
saja, permainan daerah juga wajib untuk di pertahankan.